UNSmempunyai kompleks tempat ibadah untuk umat Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Bagi umat Islam terdapat masjid kampus Nurul Huda Universitas Sebelas Maret sebagai pusat kegiatan keagamaan umat islam. Bagi umat Kristen baik Katolik maupun Protestan, kampus UNS menyediakan gereja kampus UNS sebagai pusat kegiatan untuk mendekatkan
Gereja dan masjid di DiyarbakiFoto DWSuatu saat seorang pejabat pemerintah Tiongkok Republik Rakyat Cina mendengar kabar bahwa ada pengurus majelis sebuah agama di negaranya yang membangun sebuah rumah ibadah yang sangat megah, indah, dan elok. Mungkin lantaran tidak berkenan, sang pejabat tadi menemui pengurus majelis yang kaya-kaya itu dan mengajak mereka keliling jalan-jalan melihat pemukiman penduduk di sekitar rumah ibadah tersebut. Oleh pejabat tadi, mereka diajak blusukan masuk ke dalam kompleks perkampungan melewati gang-gang sempit, lorong-lorong kumuh, dan rumah-rumah penduduk yang kusam dan saling berhimpitan. Tak pelak, bau busuk sampah dan got mampet pun menyengat hidung. Sang pejabat kemudian mengajak pengurus majelis masuk ke sebuah rumah reot nan kumuh. Mereka pun kaget terperangah melihat keadaan rumah itu berlantai tanah, kotor, bau pengap, penerangan ala kadarnya, dan barang-barang berserakan di segala sudut ruangan. Sebuah meja makan kecil dipenuhi piring kotor. Lauk dan sisa-sisa makanan berceceran di samping sebuah keranjang berisi seekor kucing tua yang sedang tiduran. Seorang ibu dan anaknya juga terlihat tidur di atas tikar kumal dengan “ditemani” lalat-lalat yang beterbangan di sekitarnya. Sang pejabat menoleh ke arah pengurus majelis yang masih terperangah dan ternganga seolah tak percaya dengan apa yang mereka lihat di depan mata. Sejurus kemudian sang pejabat pun bertanya kepada mereka “Apakah menurut kalian,Tuhan lebih suka melihat rumah-Nya dibangun dengan super mewah atau rumah hamba-hamba-Nya dibangun dengan agak layak, baik, dan sehat?" Pengurus majelis pun tak bersuara. Diam membisu. Penulis Sumanto al Qurtuby Foto S. al Qurtuby Berjubelnya Tempat-tempat Ibadah Penggalan kisah ini saya dapatkan dari sahabat karibku, Harjanto Halim, seorang pengusaha Tionghoa yang dermawan, filantropis, dan gemar membangun persaudaraan universal dengan berbagai kelompok etnis dan agama. Peristiwa pendirian tempat-tempat ibadah megah di tengah kompleks pemukiman kumuh dan kemelaratan warga bukan hanya terjadi di Cina saja tetapi juga di negara-negara lain di dunia ini, termasuk Indonesia. Di Indonesia kita sering menyaksikan berbagai bangunan tempat ibadah masjid, gereja, kuil, dlsb yang sangat megah dan indah. Berbagai kelompok agama seolah berlomba-lomba membangun tempat ibadah yang megah. Berbagai ormas dan kelompok Islam berlomba-lomba membangun masjid mewah. Berbagai denominasi Kristen berlomba-lomba membangun gereja yang megah. Begitupun umat agama lain. Oleh umat beragama, khususnya kelompok elitenya, berdirinya tempat-tempat ibadah itu dijadikan sebagai ukuran, tanda, atau simbol kesuksesan beragama dan peningkatan iman kepada Tuhan. Para “juru bicara” dan “wakil” Tuhan di dunia ulama, klerik, pastor, pendeta, pandita, atau apapun namanya giat mendakwahkan atau mewartakan dan bahkan memobilisir umat mereka masing-masing untuk beribadah, bersedekah, berderma, dan beramal saleh membangun tempat ibadah yang mereka sebut sebagai “rumah Tuhan”. Pembangunan tempat ibadah tidak cukup satu atau dua tetapi kalau bisa sebanyak mungkin. Saya–mungkin juga Anda–sering menyaksikan sebuah desa atau kompleks perumahan yang memiliki banyak masjid dan musala langgar. Padahal masjid atau musala tersebut sering atau bahkan selalu kosong. Hanya beberapa gelintir saja yang salat. Masjid ramai kalau Jumat saja untuk salat Jumat. Di kompleks tempat tinggalku, di sebuah daerah di Semarang, juga terdapat setidaknya empat masjid besar yang letaknya berdekatan belum lagi ditambah musala. Keempat masjid tersebut dikenal dengan sebutan masjid Muhammadiyah, masjid NU, masjid LDII, dan masjid nasionalis. Di kampung kelahiranku yang kecil-mungil di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, juga terdapat satu masjid besar dan empat musala. Bukan hanya umat Islam saja. Umat agama lain juga sama. Umat Kristen misalnya juga berlomba-lomba membangun gereja. Masing-masing denominasi dan kongregasi bersemangat mendirikan gereja, bila perlu yang megah, untuk kelompok Kristen mereka masing-masing. Mereka tidak mau kalah dengan kelompok Kristen dari gereja-gereja lain. Pembangunan “Rumah Tuhan” itu Tidak Penting? Pembangunan atau pendirian rumah ibadah oleh pemeluk agama sebagai tempat melakukan aktivitas ritual-keagamaan tentu saja hal yang sangat wajar. Dari masyarakat suku yang tinggal di daerah pelosok terpencil hingga masyarakat modern di kota-kota metropolitan memiliki tempat-tempat ibadah, bagi yang beragama tentunya. Manusia bukan hanya “makhluk ekonomi” economic man atau “makhluk politik” political man tetapi juga “makhluk spiritual” spiritual man. Pembangunan tempat-tempat ibadah itu dianggap sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan religi-spiritual umat manusia itu. Tetapi, jika umat beragama terus-menerus membangun tempat ibadah secara berlebihan tentu saja tidak wajar dan tidak bisa dibenarkan. Apalagi membangun tempat-tempat ibadah yang megah atau bahkan supermegah yang indah di tengah kemiskinan warga dan sesaknya ekonomi umat tentu saja sangat dan lebih tidak wajar dan tidak dibenarkan lagi, dan oleh karena itu pandangan dan pemikiran seperti ini perlu dikaji ulang, dipikir lagi, dan direnungkan kembali. Daripada untuk mendirikan “rumah Tuhan” yang megah, uang atau harta, benda tersebut akan lebih bermanfaat dan berdaya guna jika dipakai untuk membangun sarana-prasarana yang bisa membantu mewujudkan atau meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, tempat tinggal; kesehatan; pendidikan; air bersih; dlsb. Lagi pula, apakah benar pembangunan tempat-tempat ibadah yang mentereng itu “dihadiahkan” kepada Tuhan? Dengan kata lain, betulkah tempat-tempat ibadah megah itu sebagai “rumah” Tuhan? Jangan-jangan pembangunan tempat-tempat ibadah yang megah itu bukan untuk “rumah” atau “kediaman” Tuhan, melainkan untuk rumah/kediaman para “wakil”-Nya atau “penyambung lidah”-Nya? Mereka hanya memakai Tuhan untuk dalih, stempel, dan atas nama saja. Tuhan yang “Maha Kaya” tentu saja tak perlu dibuatkan rumah megah oleh hamba-hamba-Nya yang jelata yang setiap saat berdoa dan meminta belas kasihan kepada-Nya. Selamat berefleksi. Penulis Sumanto Al Qurtuby adalah Direktur Nusantara Institute; dosen antropologi budaya di King Fahd University of Petroleum & Minerals, Arab Saudi; Visiting Senior Scholar di National University of Singapore, dan kontributor di Middle East Institute, Washington, Ia memperoleh gelar doktor PhD dari Boston University. Selama menekuni karir akademis, ia telah menerima fellowship dari berbagai institusi riset dan pendidikan seperti National Science Foundation; Earhart Foundation; the Institute on Culture, Religion and World Affairs; the Institute for the Study of Muslim Societies and Civilization; Oxford Center for Islamic Studies, Kyoto University’s Center for Southeast Asian Studies, University of Notre Dame’s Kroc Institute for International Peace Studies; Mennonite Central Committee; National University of Singapore’s Middle East Institute, dlsb. Sumanto telah menulis lebih dari 25 buku, puluhan artikel ilmiah, dan ratusan esai popular, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia yang terbit di berbagai media di dalam dan luar negeri. Di antara jurnal ilmiah yang menerbitkan artikel-artikelnya, antara lain, Asian Journal of Social Science, International Journal of Asian Studies, Asian Perspective, Islam and Christian-Muslim Relations, Southeast Asian Studies, dlsb. Di antara buku-bukunya, antara lain, Religious Violence and Conciliation in Indonesia London Routledge, 2016 dan Saudi Arabia and Indonesian Networks Migration, Education and Islam London & New York Tauris & Bloomsbury. *Setiap tulisan yang dimuat dalam DWNesia menjadi tanggung jawab penulis. *Tulis komentar Anda di kolom di bawah ini.
Tetapitahukah kalian bahwa di luar itu semua ternyata kita, di Indonesia masih bisa menikmati indahnya kerukunan yang tercermin dari tempat ibadah. Solo ada dua tempat ibadah yang dibangun secara berdampingan yaitu Gereja Kristen Jawa Joyodiningratan dan juga Masjid Al-Hikmah. Uniknya, dua bangunan ini letaknya berdempetan alias saling
Makkah-Berziarah ke tanah suci Makkah merupakan impian dari setiap muslim di dunia. Allah SWT sendiri bahkan telah menganjurkan bagi umat muslim yang mampu untuk menyempurnakan rukun Islamnya melalui perjalanan ibadah haji ataupun berziarah ke tanah suci dengan melaksanakan ibadah umrah setidaknya sekali dalam seumur hidup. Di Tanah suci inilah, sirah dakwah nabi Muhammad dan perjuangan panjang penegakan agama Islam dimulai. Tak heran banyak sekali tempat-tempat bersejarah dan sakral yang tak pernah sepi dikunjungi oleh para peziarah dari seluruh dunia. Tempat-tempat suci ini juga banyak disebutkan dalam kitab Suci Al-Quran maupun hadits-hadits shahih dan mengandung keutamaannya sendiri bagi para peziarah yang hendak berkunjung. Berikut beberapa tempat suci dan bersejarah yang selalu ramai dikunjungi para peziarah di tanah suci Makkah; KA’BAH & MASJIDIL HARAM Ka’bah Baitullah dan Masjidil Haram tentu merupakan tempat yang paling wajib atau tujuan paling utama kunjungan para peziarah ke tanah suci. Di tempat inilah semua sujud dihadapkan, semua kepala kaum muslimin ditundukan. Tempat ini, dalam berbagai keterangan Al-Quran dan Hadits, merupakan tempat paling mustajabnya seluruh doa. Dalam sebuah hadits dikatakan Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang mendatangi Baitullah ini untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah kemudian ia meninggalkan perbuatan dan perkataan kotor, serta meninggalkan perbuatan maksiat, maka dia akan kembali seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibu kandungnya sendiri bersih dari segala dosa.” HR. Muslim, hadits no. 2404 Sepanjang tahunnya, puluhan juta umat muslim silih berganti mengunjungi Ka’bah. Pesona keindahan yang penuh akan nilai spiritual, selalu meninggalkan kesan haru tersendiri bagi para peziarah yang berkunjung. Untuk memfasilitasi dan menampung lebih banyak para peziarah, Pemerintah Arab Saudi pun berinisitif untuk terus melakukan perluasan wilayah masjidil haram. JABAL TSUR Gunung Tsur. fotoistimewa Jabal gunung Tsur merupakan sebuah Bukit yang terletak sekitar tujuh kilometer dari kota Makkah. Di bagian atas bukit ada sebuah gua yang dahulu oleh Rasullah SAW dipakai sebagai tempat bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy yang hendak membunuhnya dalam perjalanan hijrahnya menuju Kota Suci Madinah. Jabal Tsur merupakan sebuah tempat bersejarah yang selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai belahan dunia. Di puncak gunung ini terdapat sebuah gua kecil dengan dua pintu masuk yang terletak di bagian depan dan bagian belakangnya. Sekilas, bentuk gua ini menyerupai bentuk kuali. Letak Gua ini sendiri berada sekitar tujuh kilometer dari Makkah ke arah Thaif. Gunung ini dinamakan Tsur karena bentuknya yang mirip seperti Tsur atau lembu yang berdiri menghadap ke arah selatan. Di gunung ini terdapat tiga puncak yang bersambungan dan berdekatan. Tinggi gua di puncak Gunung Tsur kira-kira 1,25 meter dengan panjang dan lebarnya sekitar 3,5 meter. ARAFAH – MUZDALIFAH – MINA Arafah. fotoistimewa Arafah, Muzdalifah dan Mina atau disingkat Armina merupakan tempat-tempat yang sangat diagungkan karena mempunyai keutamaan, syi’ar-syi’ar yang suci dan tempat dilaksanakanya amalan-amalan Haji di hari puncak pelaksanaan ibadah haji 8-10 Dzulhijjah. Wilayah Arafah adalah sebuah lahan padang pasir terbuka yang terletak sekitar 20 Km dari Makkah. Di sinilah proesesi puncak haji berlangsung. Pada hari biasa, Arafah hanya merupakan wilayah kosong tak berpenghuni. Namun, pada waktu puncak haji jutaan orang berkemah di sini. Tanpa melakukan wukuf di Arafaah maka seseorang tidak bisa dinyatakan telah menunaikan ibadah haji. Jadi Arafah hanya didatangi saat hari Arafah saja, yaitu hari ke Sembilan dari bulan Dzulhijjah, untuk melaksanakan wukuf, berdo’a dan berdzikir. Orang yang berhaji melakukan wukuf di bebatuan dikaki bukit Ilal sering disebut Jabal Rahmah –jika memungkinkan- jika tidak, maka semua area Arafah adalah tempat Wukuf. Adapun Muzdalifah, tempat ini didatangi pada malam “nahr” hari sembelihan setelah keluar dari Arafah untuk melakukan Mabit menginap, berdzikir kepada Allah Subhanahu wata’ala dan berdo’a di Masy’ar al Haram tempat yang suci –ia adalah bukit ditengah-tengah Muzdalifah yang saat ini telah dihilangkan untuk kepentingan perluasan dan dibangun padanya masjid. Batasan Muzdalifah adalah apa yang ada diantara lembah Muhassir dan dua jalan sempit Arafah, dan dua batasan itu bukan termasuk dari areal Muzdalifah. Namun semuanya termasuk wilayah tanah suci. Sama halnya seperti dua tempat di atas, Mina juga hanya didatangi pada musim haji saja untuk melaksanakan hukum-hukum haji, seperti mabit, melempar jumrah, dan menyembelih. Mina mengandung arti “dialirkan” karena disanalah darah hewan dialirkan atau ditumpahkan. Batasannya adalah dari turunan Aqabah sampai ke lembah Muhassir. JABAL RAHMAH Jabal rahmah. fotoistimewa Jabal Rahmah Gunung Kasih Sayang atau disebut juga Gunung Arafat atau Gunung Arafah adalah bukit granit di sebelah timur kota Mekah. Di bukit ini, menurut umat Islam, nabi Muhammad berdiri dan menyampaikan Khotbah Perpisahan dengan Kaum Muslim yang telah menemaninya selama ibadah haji menjelang akhir hayatnya. Ketinggian bukit ini sekitar 70 meter. Di atas bukit itu ada sebuah tugu putih yang dibangun sebagai monument untuk mengenang pertemuan Adam dan Hawa yang sudah terpisah untuk 200 tahun setelah pengusiran mereka dari surga. GUA HIRA Gua Hira merupakan sebuah gua kecil yang terletak di Jabal Nur, sebuah bukit yang tak jauh dari kota Makkah di sebelah utara. Gua Hira juga merupakan h tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah untuk pertama kalinya melalui malaikat Jibril. Gua tersebut kerapkali menjadi tempat Nabi Muhammad SAW menyendiri dan berkhalwat. Waktu terbaik untuk mengunjungi Gua Hira adalah pada sepertiga malam. Dari atas gua maka pemandangan kota Makkah bsa dinikmati secara leluasa. Letak tebing setinggi 200 meter yang cukup menanjak mengharuskan para pengunjung untuk memiliki kesiapan fisik untuk mendaki Gua Hira. Rumah nabi Daar Maulid tempat tidur Nabi Muhammad SAW. fotoistimewa Lokasi rumah nabi terletak tak jauh dari Masjidil Haram atau kini terletak dekat terminal Bab Ali. Dulu di lokasi ini ada pasar legendaris yakni Pasar Seng. Jarak rumah nabi hanya sekitar 200 meter dari Masjidil Haram. Bangunan rumah terlihat mencolok karena berada di dekat pelataran Masjidil Haram yang luas. Sejumlah penjaga keamanan berjaga di sini untuk menjaga para peziarah yang datang mengunjunginya. MUSEUM HARAMAIN Museum Haramain. fotoistimewa Museum Haramain merupakan museum Nasional Arab Saudi yang telah berdiri sejak tahun 1946. Meseum ini Terletak di pinggiran kota Makkah di dekat perbukitan bernama Ummoul Joud dan menempati lahan seluas 17 ribu meter persegi. Museum ini memuat informasi tentang sejarah peradaban agama islam dan melihat kecanggiahan arsitetur di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di Museum ini terdapat miniature kota Makkah Di sana jugaada potongan kiswah, replika sumur zamzam, repilkaKa’bah dan Hajar Aswad, timba sumur zamzam, pintu Ka;bah, dan berbagai pernak-pernik koleksi lainnya.
Suasananyayang tenang pun mampu mendamaikan hati ini.Dalam perjalanan dari Nusa Dua menuju ke Uluwatu, saya melihat sesuatu yang unik. Nama tempat tersebut ialah Pusat Peribadatan Puja Mandala. Ada 5 bangunan di sini. Masing-masing bangunan dalam lokasi tersebut merupakan tempat ibadah umat Islam, Katholik, Protestan, Buddha, dan Hindu. 1.
Jakarta - Ada beberapa agama yang dianut masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang religius. Tiap agama memiliki ciri khas masing-masing, salah satunya rumah ibadah. Tempat ibadah tumbuh subur di Indonesia sesuai kebutuhan umat."Masing-masing agama membangun sarana dan komunitasnya. Gereja, masjid, vihara, pura, klenteng tumbuh berbaur dalam komunitas masyarakat pemeluknya," tulis buku Toleransi Beragama karya Dwi Ananta tersebut menjelaskan nama tempat ibadah Budha, Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Konghucu serta fungsinya1. Tempat ibadah IslamSelain di rumah, umat Islam biasa beribadah di masjid atau mushola. Masjid berasal dari kata sajada yang artinya tempat sujud, Sedangkan mushola adalah masjid berukuran kecil, yang disebut dengan langgar atau ibadah Islam tak hanya menjadi tempat ibadah bagi muslim. Perayaan hari besar, ceramah, belajar, diskusi, dan kajian bisa dilakukan di masjid. Dalam sejarahnya, masjid juga menjadi sarana aktivitas sosial masyarakat dan Tempat ibadah Kristen dan KatolikUmat kedua agama tersebut beribadah di gereja, yang mudah ditemukan di lingkungan umum. Sama seperti masjid, gereja tidak hanya menjadi sarana ibadah. Tapi juga menjalin komunikasi antar umat dan lingkungan satunya lewat kegiatan sosial yang bertuan membantu masyarakat luas. Misal mengumpulkan makanan dan membaginya pada yang membutuhkan, organisasi amal, bantuan pada tunawisma, dan pendidikan pada segala lapisan Tempat ibadah HinduHindu menjadi agama berikutnya yang dianut masyarakat Indonesia. Tempat ibadah Hindu adalah Pura yang memiliki beberapa klasifikasi dan fungsi. Pura menjadi tempat berdoa pada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, para dewa, dan roh sebagai tempat ibadah, Pura menjadi sarana melakukan kegiatan sosial. Misal sarana pendidikan moral, mewujudkan rasa bakti, dan belajar berbagai keterampilan yang Tempat ibadah BudhaNama tempat ibadah Budha adalah Vihara atau kerap ditulis Wihara. Layaknya tempat ibadah agama lain, Vihara memiliki banyak fungsi selain sarana berdoa. Salah satunya sarana sosial Vihara lainnya adalah fasilitas pendidikan, pengembangan budaya, dan membangun komunitas umat Budha di Indonesia. Vihara tentunya bukan tempat ibadah asing bagi masyarakat Tempat ibadah KonghucuMasyarakat Indonesia mengenal tempat ibadah Konghucu sebagai Klenteng atau Kelenteng. Keberadaannya tak bisa dilepaskan dari sejarah dan karakter masyarakat Indonesia yang fungsi Klenteng adalah fasilitas ibadah, sarana pendidikan moral dan spiritual, pengembangan budaya, dan kegiatan sosial lainnya. Seperti rumah ibadah lain, Klenteng adalah situs sejarah dan pelestarian budaya tulisan tentang rumah ibadah Budha dan agama lainnya bisa menambah pengetahuan detikers. Simak Video "Kartini, Islam dan Hadiah Pernikahan Tafsir Al-Qur'an" [GambasVideo 20detik] row/lus
S1Klt. 7gujts69qn.pages.dev/2497gujts69qn.pages.dev/2477gujts69qn.pages.dev/977gujts69qn.pages.dev/4517gujts69qn.pages.dev/6067gujts69qn.pages.dev/5247gujts69qn.pages.dev/4477gujts69qn.pages.dev/1407gujts69qn.pages.dev/887gujts69qn.pages.dev/8347gujts69qn.pages.dev/257gujts69qn.pages.dev/6407gujts69qn.pages.dev/7797gujts69qn.pages.dev/6987gujts69qn.pages.dev/141
letak dua tempat ibadah yang berdekatan membuktikan bahwa